werkudara

werkudara
werkudara

Kamis, 29 Juli 2010

cerita wayang Banjaran Pandawa

WAYANG
WAYANG
       

Bima Bungkus


Prabu Kresna Dwipayana, atau disebut juga Prabu Abiyasa, mempunyai 3 orang putera :

1, Drestarastra atau Dretanegara;
2. Pandu;
3. Arya Yamawidura'

Mengingat Prabu Abiyasa, berniat lengser keprabon, dan ingin kembali ke Ukirahtawu.. Sang Prabu Kresna Dwipayana sebelum kembali ke pertapaan Ukirahtawu, harus berpikir dua tiga kali, untuk menentukan penggantinya, yang sebenarnya putera sulungnya Drestarastra, yang menjadi raja,tetapi karena ia menderita kebutaan sejak lahir, maka ia kehilangan kesempatan untuk menjadi raja. Karena undang undang Astina mengatur bahwa raja tidak boleh buta. Mengingat hal itu, Prabu Abiyasa dengan berat hati menunjuk Pandu untuk mengganti kedudukannya sebagai raja Astina, menggantikan dirinya.
Pandu  menjadi raja. negeri Astina, yang didampingi Arya Gandamana , sebagai patih Astina.pura.


Sebetulnya yang lebih berhak menjadi raja, adalah kakak dari Prabu Pandu Dewanata, yaitu Drestarastra.
Namun karena Drestarastra buta, maka berdasarkan Undang Undang Negara Astinapura,maka haknya sebagai raja dihapuskan.  Disinilah awal Perang Baratayudha sudah di mulai.Sementara pemerintahan berjalan
terus. Prabu Pandu mahir dalam menjalankan pemerintahan, sampai akhirnya Prabu Pandu mengikuti
Sayembara memperebutkan Dewi Kunti. 


Prabu Pandu berhasil  memenangkan sayembara Kunti di Kerajaan Mandura. Prabu Pandu pulang ke Astina
membawa Dewi Kunti. Perjalanan pulang Pandu, juga disertai pula Dewi Madrim adik Narasoma dan Dewi
Gandari kakak Pangeran Sri Gantalpati dari Negeri Gandara., yang diserahkan kepada Pandu, dengan
harapan akan menjadi permaisuri Prabu Pandu.
Kepulangan Pandu tersebut  juga disertai adik Dewi Gendari, Pangeran Sri Gantalpati.


Sesampai di Istana Astinapura, Prabu Pandu Dewanata tidak tega dengan kakaknya, Drestarastra.Disuruhnya memilih salah satu diantara tiga Puteri yang dibawanya. Adik Dewi Gendari, Pangeran Sri
Gantalpati, terkejut, ketika Pandu menyerahkan puteri puteri itu termasuk kakaknya, Dewi Gendari kepada
Drestarastra, untuk dipilih  menjadi istrinya. Baik Gendari maupun Sri Gantalpati berharap semoga
Drestarastra tidak memilihnya.  Tetapi ternyata Drestarastra  memilih Gendari menjadi istrinya, Menurut
rabaannya Gendari akan mempunyai 100 anak, sedangkan Dewi Kunti  3 orang anak, sedangkan Madrim
hanya memiliki anak dua orang saja.


Pangeran Sri Gantalpati menjadi sakit hati pada Pandu. Demikian juga Gendari, mereka berjanji akan
membuat Pandu dan keturunannya menjadi  menderita selama hidupnya. Perkawinan mereka telah
berlangsung, Kini Dewi Gendari telah berbadan dua. Dewi Gendari  terkejut ketika pada saat melhirkan,
ternyata ia tidak melahirkan anak, tetapi  berupa segumpal daging. Oleh Begawan Abiyasa,  gumpalan aging
itu diruwat menjadi 100 anak.Dari gumpalan daging itu lahirlah Duryudana, Dursasana adalah anak anak yag
bertubuh besar, baru adik adiknya, Citraksa, Citraksi, Durmagati, Citrasena, Citrayuda dan masih banya
lagi, sedangkan satu satunya anak perempuannya adalah Dewi Dursilawati. Sesudah remaja, Dewi Dursilwati
ini sebenarrnya mencintai Arjuna. Namun akhirnya, Dursilawati mendapatkan suami pilihan Duryudana
seorang raja Banakeling bernama, Jayadrata. Untuk mengurangi kekecewaan Dewi Dursilawati meminta Arjuna  yang  merias dirinya


Setelah acara perkawinan Prabu Pandu dengan Dewi Kunti dan Madrim, Dewi Madrim ingin sekali memasak
daging kijang, yang sudah lama sekali tidak dijumpainya. Dewi Madrim minta di carikan daging kijang. Dew
Madrim ingin memasak daging kijang, untuk makan malam pertamanya nanti
Karena Pandu sangat mencintai istrinya, Pandu pun berangkat ke hutan laragan. Di hutan larangan Pandu
melihat sepasang Kijang yang sedang bercumbu kasih. Kijangpun dipanah, keduanya mati. Namun kijan itu
sebenarnya jelmaan seorang resi


Pandu merasa terkejut ketika kiang itu berubah menjadi Resi Kimindana beserta istrinya, yang sedang
sekarat karena panahnya yang menancap di dadanyaPrabu Pandu  mendapatkan supata dari Resi, yang mengatakan bahwa Pandu juga akan mengalami nasib 
yang sama seperti yang baru ia lakukan pada resi, Andaikata Pandu belum mempunyai anak, Pandu tidak
akan bisa mempunyai anak seorangpun, karena apabila Prabu Pandu memadu kasih dengan istrinya, maka
akan mengalami nasib yang sama seperti yang dialami resi Kimindana beserta istrinya, Pandu akan mati kala
memadu kasih dengan istrinya.


Pandu sangat menyesali dirinya, dan mohon ampun pada resi. Setelah supata diberikan kepada Pandu, Resi
Kimindana dan istrinyapun moksa.
Sesampai di istana Astinapura Prabu Pandu menangisi nasibnya. Dewi Kunti dan Dewi Madrim menangisi
kejadian yang dialami suaminya. Dewi Kunti mencoba menghibur suaminya dan Madrim, bahwa peristiwa itu
sudah menjadi ketentuan dewa. Dewi Kunti dan Madrim ingin sekali mempunyai anak juga, seperti halnya
Dewi Gendari yang telah memiliki 100 anak.


Prabu Pandu Dewanata pergi ke sanggar pamujan. Prabu Pandu meminta anugrah dan petunjuk dewata.
Sementara itu Dewi Kunti dan Dewi Madrim masing masing ditempat terpisah juga memohon dewa, agar
dewa memberikan anak pada mereka.Dewi Kunti teringat pemberian mantera Aji Adityarhedaya dari Resi
Druwasa. Dewi Kunti kemudian membaca Mantera Aji Adytahredaya  Permohonan Dewi Kunti terdengar
Batara Darma. Batara Darma datang ketempat Dewi Kunti yang sedang bersemadi. Permintaan Dewi Kunti
di kabulkan, Batara Darma menganugerahkan seorang anak,maka Dewi Kunti pun berbadan dua. Setelah saatnya, bayipun lahir. Batara


Darma pun datang, Anak yang dilahirkan Dewi Kunti diberi nama Sang Darmaputera, atau
Darmakusuma.Sedangkan Prabu Pandu memberi nama Punta Dewa.
Setelah kelahiran anak yang pertama, Dewi Kunti bersemadi kembali, dan datanglah Batara Bayu. Batara
Bayu memenuhi permohonan Dewi Kunti, Batara Bayupun memberikan anugerah seorang anak, maka Dewi
Kunti pun hamil. Pada saat melahirkan, Dewi Kunti terkejut karena ia melahirkan seorang bayi bungkus.


Prabu Pandu merasa cemas dengan keadaan puteranya yang kedua, yang tidak bisa keluar dari bungkusnya.Prabu Pandu pun telah mencoba semua senjata yang dimilikinya, namun semua tidak ada yang bisa menembus bungkus itu.Begawan Abiyasa, memerintahkan agar bayi bungkus  di bawa ke hutan Setra gandamayit, hutan yang angker penuh dengan binatang binatang buas, mungkin juga bisa membantu kelahirannya. Pandu menyetujuinya. Arya Widura disuruh membawa bayi bungkus ke hutan Setragandamayit. Arya Widura dikawal dengan beberapa perajurit dari Puri Pagombakan, berangkat ke hutan Setragandamayit.


Beberapa hari beberapa malam mereka menunggu di hutan, namun belum ada tanda apa pun pada bayi
bungkus. Arya Widura pun bersemadi memohon anugerah dewa.


Sementara Pandu masih menghadapi masalah bayi bungkus. Dewi Kunti telah melahirkan seorang anak lagi.
Anak Pandu ketiga  ini, anugerah  Batara Indra. Oleh Batara Indra anak tersebut  diberi nama Sang
Indratanaya. Pandu memberi nama Arjuna.
Pusaka Resi Druwasa hanya akan mengabulkan 5 kali untuk mengundang dewa. Sedangkan Dewi Kunti telah
mendatangkan Dewa sudah empat kali, maka masih tinggal satu kali kesempatan lagi. Dewi Kunti untuk
pertama kalinya melakukannya, sewaktu masih gadis remaja.ia tanpa sengaja  mematek mantra Resi
Druwasa, Secara kebetulan ia melakukan dibawah sinar matahari, ternyata Batara Surya datang memenuhi
permohonan Dewi Kunti, Batara Surya menganugerahkan seorang anak. Dewi Kunti pun berbadan . Setelah
saatnya  Dewi Kunti melahirkan Suryaputera. Anak ini tergolong dirahasiakan, dan merupakan aib, maka
tidak ada orang lain yang tahu kecuali keluarga Mandura. Batara Surya mengetahui Dewi Kunti masih gadis
dan belum menikah, maka dengan kesaktiannya, bayi itu di lahirkan lewat telinga Dewi Kunti. Makanya bayi
itu diberi nama Karna.Kelahiran Karna tidak diinginkan oleh ayah Dewi Kunti, Prabu Kuntiboja dari
Mandura, Setelah kelahiran bayi Dewi Kunti, Prabu Kuntiboja melarung bayi itu dilarung ke sungai Gangga.
Seorang emban kepercayaan menuruti perintah Raja junjungan gustinya. Emban terus mengawasi
perjalanan sang bayi..  Ternyata bayi itu berhenti di tepi sungai di belakang rumah oleh seorang punggawa
kerajaan Astina, seorang kusir istana, bernama Adirata. Oleh Adirata, anak itu diamgkat sebagai anaknya dan
diberi nama Radeya. Radeya berasal dari kata Radite, yang berati hari Minggu. Diberi nama demikian, kar
bayi itu ditemukan pada hari Minggu. Sedangkan lahirnya hari Minggu. Emban pun pulang ke Istana Mandura
melaporkan keadaan puteranya kepada Dewi Kunti.


Dewi Madrim ingin  memiliki anak,apalagi ketika melihat Dewi Gandari telah berputera 100 orang anak, dan
Dewi Kunti telah berputera tiga orang. Melihat keberhasilan Dewi Kunti telah mendapatkan anak, maka Dewi
Madrim meminta Dewi Kunti agar mau untuk meminjamkan  pusaka mantera Aji Adiytahredaya pemberian
Resi Druwasa..

Dewi Kunti memberi tahu Dewi Madrim kalau pusaka ini hanya bisa dipakai sekali lagi. Dewi Madrim diminta untuk menggunakan pusaka ini dengan sebaik baiknya, jangan sampai gagal.Karena Dewi Madrim menginginkan anaknya lebih dari satu.orang anak, Maka Dewi Madrim mendatangkan Batara Aswin.  Batara Aswin adalah Dewa Kembar dengan Batara Aswan, Maka Batara kembar ini me mberikan anak kembar pula.

Lahirlah kemudian Pinten dan Tangsen. Akhirnya sudah terbabar kisah kelahiran Pandawa dan Kurawa, sesuai dengan janji dewa.

Sri Gantalpati telah diangkat menjadi Patih Kerajaan Astina. Sri Gantalpati, paman dari para Kurawa yang
dikenal juga dengan Patih Sakuni,Patih Sangkuni  atau patih Sengkuni.
Kini para Kurawa bersama pamannya, patih Sengkuni pergi ke hutan Setragandamayit, yang sebenarnya mau
membunuh bayi istimewa itu.


Pangeran Sri Gantalpadi sebagai paman dari para Kurawa, mempunyai niat untuk mmembunuh bayi bungkus.
Ia sebelumnya telah mohon ijin Prabu Pandu untuk pergi ke hutan Setraa
gandamayit, untuk menengok bayi
bungkus yang sudah bertahun tahun tidak bisa keluar dari bungkusnya.

Pandu mengijinkan. Para Kurawapun berangkat. Bayangan kita Kurawa itu sudah gemrudug sebagai orang
dewasa. Namun andaikata  melihat  usia, sejak kelahiran Kurawa dengan anak ke dua Pandu, maka Kurawa
bersusia tiga tahunan. Kalau bayi bungkus sudah tujuh tahunan, maka mereka berusia 10 tahunan. Dalam
cerita wayang di Jawa, biasanya setiap bayi lahir, dimandikan dengan banyu gege. Bayi akan segera menjadi
dewasa, sudah bisa berbicara bahkan sudah bisa berkelahi.  Menurut kami istilah “ dimandikan banyu gege”
itu sebagai pengganti ungkapan kata “ limabelas tahun kemudian, dst” Jadi menghilangkan masa kecil sang
anak.


Sementara itu Dewi Sumi istri Batara Bayu menganugerahkan pakaian lengkap kepada sang Bayi yang masih
dalam bungkus. 
Kelahiran Bungkus, mendapat bantuan seekor gajah putih dari Kahyangan yang bernama Gajahsena, yaitu
dengan menginjak injak bayi bungkus sampai bungkus itu pecah. Bayi Bungkus pun lahirlah. Bayi Bungkus
terkejut, ketika melihat ada seekor gajah besar yang sedang menginjak injak tubuhnya. maka walaupun ia
masih bayi berumur tujuh tahunan, ia sudah bisa menempeleng kepala gajah sebesar itu. Sehingga Gajahsena
pecah kepalanya. Batara Narada melihat kejadian itu, segera turun ke  marcapada. Narada mendatangi bayi
bungkus. Batara Narada memberi tahu, bahwa bayi bungkus adalah putera Prabu Pandu, raja Astinapura.
Sedangkan Gajah putih ini, bernama Gajahsena. Sebenarnya Gajahsena ini yang memecahkan bungkus bayi
itu. Karena Gajahsena telah tewas dan sukmanya telah menyatu dengan bayi bungkus, maka oleh Narada
bayi itu diberi nama Sena atau Bratasena. Sementara itu  Puntadewa dan Arya Widura yang bersemadi di
sekitar kejadian itu, baru terbangun setelah peristiwa terjadi setelah Bungkus membangunkan  dari semadinya.


Sementara itu para Kurawa dengan bersenjata pedang dan gada datang pula di tempat ini. Mereka mencari
bayi bungkus. Bayi Bungkus merasa terganggu dengan kedatangan mereka. Bayi bungkus yang bernama
Bratasena, mengamuk. Para Kurawa terkejut, karena walaupun bayi itu baru keluar dari bungkusnya, ternyata
sudah besar dan sangat gagah dan sakti. Patih Sengkuni memerintahkan agar mereka mengeroyok Bratasena,
kalau perlu di bunuhnya. Para Kurawa kewalahan, mereka melarikan diri dan pulang ke Astinapura.


Tidak lama kemudian Arjuna datang pula ke tempat ini, memberitahu, bahwa negeri Astina sedang di kepung oleh Raja Raksasa dari Kerajaan Paranggubarja, yang meminta Dewi Kunti untuk menjadi istrinya.  Mendengar itu, Bima marah, ia bersedia membela kerajaan Astina.untuk menyelamatkan Ibu Kunti.  Bratasena pulang bersama paman Arya Widura dan Arjuna.


Bayi bungkus telah keluar dari bungkusnya. Bagaimana nasib bungkus bayi itu. Prabu Sempani atau bernama
Prabu Sapwani, ingin sekali mempunyai anak. Ia sudah lama mengharapkan seorang anak. Prabu Sempani
bertapa di Setragandamayit., tempat bayi Bima bungkus dibuang.Sedangkan bungkus bayi itu tertinggal di
hutan. Bungkus itulah yang kemudian diletakkan diatas batu besar, oleh Batara Narada di dekat Prabu
Sapwani bertapa.Prabu Sapwani mengakhiri tapanya, dan di tengah perjalanan mau pulang ke Istana Bana
Keling, ia melihat bungkus bayi, oleh Begawan Sapwani,  di ciptakannya menjadi seorang anak laki laki.


Oleh Begawan Sapwani bayi itu diberi nama Jayadrata atau Tirtanata. Bentuk wayang Jayadrata mirip bentuk
wayang Gatutkaca. Sehingga orang hampir tidak mengenalnya. Banyak yang mengatakan wayang Jajadrata
adalah wayang Gatutkaca, karena sangat mirip. Sayang bungkus Bima ini ternyata menjadi pembunuh
Abimanyu dan para putera Pandawa lainnya. Jayadrata setelah dewasa diangkat menjadi Raja Bana Keling,
menggantikan ayahnya, Prabu Sapwani, yang lengser keprabon dan menjadi seorang Begawan. 


Sesampai sdi Astinapura,  Bima, atau Bratasena mengamuk melawan para raksasa dari Kerajaan
Paranggubarja.  Denganm kekuatan gajah, menyerang prajurit Paranggubarja, Perajurit Paranggubarja yang
masih hidup. akhirnya mengundurkan diri  pulang ke negerinya.Sedangkan rajanya tewas. Bratasena
kemudian berkumpul dengan para saudaranya yang lain, bersanding dengan ayahnya, Prabu Pandu, Dewi
Kunti dan Dewi Madrim.***